Minggu, 09 Agustus 2009

Guruku Pahlawanku

image

Seorang  jebolan kelas  5  SD di  Jember, Jawa Timur,   merintis  sebuah  sekolah dasar. Kini sekolah itu  sudah  memiliki  450  murid  yang  tak harus  membayar  uang sekolah alias gratis!
Adalah  Jufri  Umar yang tidak bisa menyelesaikan sekolah  dasarnya  dengan  dua alasan. Pertama,  karena  ia harus  membantu  orang tuanya   mencari nafkah. Kedua,  karena  di  sekolahnya  tak  ada lagi murid  yang mau belajar,  sehingga sekolah itu  terpaksa ditutup.  “Karena  saya pernah merasakan begitu, saya  selalu  berdoa  bahwa kalau  suatu  hari  bila  saya  kaya,  saya akan   memberikan  sekolah  gratis  pada seluruh warga desa.  Eh, belum kaya  ternyata  sudah  dikabulkan,” kata Jufri   yang  tak pernah memiliki  sepatu  ini.
Tentu saja ini bukan cerita  sulap,  karena  Jufri  memiliki perjuangan  yang  berat  untuk membangun  sekolah gratis  itu selama puluhan tahun. Dia bahkan rela  mengorbankan uang  pendapatan  pribadi dari  pekerjaan serabutannya  untuk  bisa   membesarkan sekolah itu. 

Keterbatasan  bagi  Jufri  bukanlah penghambat  harapannya  untuk melihat  generasi bangsa  memperoleh hak pendidikan. Begitu  pula  yang  dilakukan  oleh  Rudi  MS, seorang  pria  asal Cikoneng, Cisarua, Bogor. 
Pada  tahun  1982,  saat  lulusan SMEA ini sedang  jalan-jalan,  ia melihat  anak-anak  pemetik teh  tidak bersekolah karena  ketiadaan guru.  Serta merta ia menawarkan diri  untuk menjadi guru  mereka.  Maka  sejak  saat  itu mulailah  Rudi  dan  anak-anak pemetik  teh    melakukan kegiatan belajar  mengajar dengan  beralas tikar di los penimbangan  teh.   “Saya  Cuma  berpikir, masa di jaman  begini  masih  ada anak yang  gak  bisa  sekolah,  padahal tempatnya kan gak jauh  dari ibu kota,”   kata  guru yang  memiliki kelumpuhan kaki  kanannya ini.
Untuk membeli  kapur tulis, Rudi pun  harus merelakan uang penghasilannya sebagai tukang  parkir  dan penjaga  toilet  di  wilayah  Puncak.  Berkat   bantuan seorang dermawan, sekolah  perintis  itu pun  kini sudah memiliki  sebuah bangunan dan  sekitar 160 murid. Meski  begitu,  tak  ada yang berubah  dari kehidupan  Rudi,  ia  masih  menjadi  tukang parkir  dan  tetap  sebagai  guru honorer  bergaji rendah. 
Urusan honor  rendah sepertinya bukan  halangan  bagi Rudi  dan nara sumber  Kick  Andy lainnya, yakni  Ridwan  Dalimunthe  dan  Nurlela.  Pasangan suami istri ini, menjadi  guru  sejak tahun 1987  di sebuah  sekolah  swadaya  yang  dibangun warga  Dusun Aek Pastak, Barumun  Tengah,  Tapanuli. Sebuah sekolah yang  tidak  lebih  baik dari  kisah  Laskar Pelangi  ini   awalnya  hanya  memiliki 10  murid.  Kini sekolah itu memiliki  60 murid.
Tak banyak guru  yang bertahan  untuk mengajar di  sekolah yang   berdiri sejak tahun 1968  ini,  alasan utamanya  adalah karena  honor yang sangat minim, malah kadang  hanya  dibayar sejumlah kaleng   beras  saja. “Saya  mau mengajar  karena  ini desa saya, kalau tidak  kita  siapa lagi,” kata  Ridwan  yang lulusan SD  dan sehari-hari  bekerja sebagai petani  ini.
Sehari-hari Ridwan dan Nurlela  harus  mengajar masing-masig tiga kelas. “Ruangan sekolah kami  hanya  satu ruangan, jadi kami sekat jadi dua ruang kelas.  Sebelah untuk  kelas  I,II,III  dan sebelah lagi untuk kelas  IV,V,dan  VI,”  ujar  Nurlela. 
Sementara itu, dari Jakarta  Kick  Andy menampilkan seorang guru yang  memiliki keterbatasan  dalam penglihatan alias tuna netra.   Nie  Ing Han yang  buta  sejak   usia  41 tahun  adalah  seorang  lulusan ITB  yang kini  menjadi guru les  fisika  dan matematika. Pasti bukanlah  hal mudah jika seorang tuna netra  harus mengajarkan  berbagai  rumus.  “Saya bisa menulis  di papan  tulis seperti layaknya guru, tapi setelahnya   saya  tak bisa lihat apa  yang saya tulis,”  ujar  Ning  In Han saat  tampil di Kick  Andy.
Ning  memang  memiliki cara  tersendiri  untuk  mengajar  dan membuat  muridnya  sangat  kagum  pada keahliah fisika  dan  matematikanya.  Sebuah perjuangan  tersendiri  bagi  seorang tuna netra  yang  masih mau  berbagi ilmu.
Inilah sebuah episode khusus  tentang  kepedulian  sejumlah  orang terpilih di dunia pendidikan,  serta  perjuangan  mereka  dalam melawan hambatan  dan keterbatasan.   Sebuah kisah  penuh inspirasi,   yang akan mengudang   rasa terimakasih   pada kemauan  dan pengorbanannya sebagai  guru.

Terimakasih  Guruku
(Cipt.  Sri Widodo)
Terimakasih kuucapkan  pada  guruku  yang luhur
Ilmu  yang berguna, selalu dilimpahkan
Untuk  bekalku nanti..
Setiap hari ku  dibimbingnya  agar  tumbuhlah   bakatku 
Kan kuingat selalu nasehat  guruku
Trimakasih ku  ucapkan..

Sumber : kickandy.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar